Jumat, 17 Oktober 2014

2015, DBS proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi 5,9%

Ilustrasi -- ANTARA FOTO/Zabur Karuru 2015, DBS Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi 5,9% Anshar Dwi Wibowo - 16 Oktober 2014 20:10 wib Metrotvnews.com, Jakarta: Assistant Vice President Economic and Currency Research DBS Grup Asia untuk Indonesia, Gundy Cahyadi, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,9 persen. Angka ini lebih tinggi 0,1 persen dibandingkan asumsi pertumbuhan ekonomi yang disepakati pemerintah, Bank Indonesia, dan DPR, sebesar 5,8 persen. "Kalau 5,9 persen, faktor utamnya pertumbuhan investasi bisa meningkat tahun depan," ujar Gundy di Jakarta, Kamis (16/10/2014). Gundy memproyeksikan, investasi di tahun mendatang akan meningkat sekitar 10-12 persen. Ini dikarenakan situasi di Tanah Air akan lebih stabil setelah melalui pemilihan umum. Pun perlahan rupiah menunjukkan kestabilannya meski belum begitu baik. "Sejak pertengahan 2013 itu pertumbuhan investasi tersendat karena rupiah anjlok, semua berhati hati. Sekarang rupiah sudah lebih stabil meski belum begitu baik," katanya. Di sisi lain, ia mengungkapkan, kondisi perekonomian global juga akan membaik tahun depan. Pun, kondisi ini akan berdampak terhadap perbaikan kinerja ekspor. Gundy mengatakan, perhitungan 5,9 persen sudah memperhatikan faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hanya untuk mengejar pencapaian tersebut, kenaikan harga BBM subsidi dipatok dikisaran 20-30 persen. Atau paling tinggi kenaikannya sekitar Rp1.950 per liter. "Kalau naik lewat 40 persen negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, bisa berkurang 0,4 persen," ucapnya. Meski begitu, lanjutnya, potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa meningkat hingga 6,5 persen pada 5-10 tahun mendatang. Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tersebut Indonesia mesti memperbaiki postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Subisidi BBM dialihkan ke sektor yang mengakselerasi pertumbuhan ekonomi seperti infrastruktur. Indonesia juga perlu meengoptimalkan peran sektor manufaktur. Pasalnya, sejak krisis ekonomi 1998, Indonesia praktis tertinggal dibandingkan Korea Selatan, Malaysia, dan Thailand dalam pengembangannya. Sebenarnya, sektor automotif sudah menunjukkan perkembangan yang baik. Hanya sektor lainnya seperti industri elektronik maupun industri tekstil juga perlu dikembangkan lebih optimal. "Perlu meningkatkan suplai dengan begitu bisa membenahi dari segi current account. Enggak bisa terus tergantung dengan komoditas sebab selama dua tahun harga komoditas turun kita kewalahan," katanya. (AHL )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar